Ditulis oleh Heri Setiawan di/pada Februari 1, 2008
Orang tua kita, ayah, ibu, paman, bibi, mungkin mertua merupakan obyek dakwah yang strategi. Kelompok inilah yang akan memberikan dukungan utuh bila aktivis muslim terhimpit cobaan dan ujian dakwah. Ini terjadi jika ortu sudah terkondisikan untuk dapat menerima dakwah. Sebaliknya, jika kelompok ini diabaikan maka boleh jadi akan menjadi bumerang bagi kita. Di sinilah perlunya kehati-hatian. Pendekatan yang salah dapat menimbulkan ekses yang tak sehat antara kita dengan orang tua. Bahkan tak jarang hubungan jadi terputus hanya karena kesalahan awal pada pendekatan.
Dua karakteristik mad’u
Secara global ada 2 macam tipe karakteristik mad’u..
- Pertama, ada orang yang sudah tertutup hatinya. Tipe ini benar-benar sulit untuk didakwahi sekalipun sudah disampaikan dengan berbagai caradan pendekatan terbaik. Namum menarik kesimpulan seperti ini tidak dibolehkan kecuali jika jika dakwah telah diperjuangkan, sebagaimana yang telah dilakukan Nabi Nuh As[QS. Nuh:5-20]. Bukan hanya sekali atau dua kali mencoba lalu gagal dan memvonis mad’u tidak layak didakwahi.
- Kedua, tipe yang terbuka hatinya. Kerja dakwah ibarat sales yang menjajakan barang dagangan. Ia harus disajikan dengan cara yang baik dan menarik, benar. Lewat kisah nabi Ibrahim as, Qur’an menyajikan uslub[cara] yang baik dan menarik.
8 Rambu dakwah Nabi Ibrahim As[ Maryam 41-50]
- Berlaku lemah lembut dan hindarkan kesan menggurui. Secara manusiawi, orang yang lebih tua tidak mau digurui oleh yang lebih muda. Bahkan cara ini harus dilakukan dimulai sampai pada tingkat pemanggilan yang sudah harus terkesan lembut. Allah swt berfirman : “Ingatlah ketika ia [Nabi Ibrahim] berkata kepada bapaknya : ‘wahai bapakku’” [Maryam 42]. Pada kata ya abati dalam bahasa arab digunakan lilmulathafah yaitu panggilan yang mengesankan rasa sayang dan manja. Insya Allah, jika hati orang tua masih terbuka, panggilan yang tampaknya sederhana ini akan tergugah jiwanya.
- Memiliki hujjah yang kuat dan mematikan. Ini seperti yang dilakukan oleh nabi Ibrahim As dalam QS Maryam:42. Suatu penjelasan yang sederhana, namun mampu menjadikan orang tuanya berpikir secara logis terhadap kesalahan yang dilakukan.
- Selalu berupaya menambah ilmu pengetahuan dan mampu menampakkan keilmiahan dakwah yang dibawanya. Inilah yang tersirat dalam kata-kata Nabiyullah Ibrahim as. pada orang tuanya [Maryam : 43]. Oleh karena itu aktif membaca, mengikuti kajian ilmiah, akrab dengan Al-Qur’an dan hadist adalah kelaziman bagi semua aktivis.
- Mampu menjelaskan jalan-jalan kesesatan yang ditebarkan setan dan tentaranya [maryam : 44]. Mampu menjelaskan tokoh setan manusia, cara penyebaran dan sarana penyesatannya. Mengetahui jalan kesesatan mempunyai urgensi besar dalam upaya menyebarkan da’wah sehingga jelaslah mana yang lawan dan mana yang kawan. Mana ajaran yang baik mana yang ghazwul fikr [Al An'am: 55].
- Memiliki ruhiah yang tinggi, sehingga mampu mengingatkan orang tua dengan adzab Allah yang ditimpakan baik di dunia maupun di akhirat bagi orang yang terus-menerus jauh dari ajaran Allah. [Maryam : 45]
- Memiliki kesiapan yang tinggi mengenai resiko dakwah. Misal, pengucilan, pengusiran, dan mungkin kekerasan. Mush’ab bin Umair dan Sa’ad bin Abi Waqqash adalah di antara sahabat yang merasakan beratnya tantangan ini. Namun hal ini berhasil mereka hadapi dengan sikap tsabat [teguh]. [19:46]
- Menjaga hubungan baik dengan orang tua sekalipun menjadi penantang dakwah. Tetap senantiasa mendoakan agar mereka kembali ke jalan yang diridhai Allah. Itupun yang dilakukan Ibrahim as dalam QS Maryam : 47
- Seorang da’i harus teguh dalam menghadapi ujian da’wah dari orang tua. [Maryam : 48]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar